
Kriteria Pemilih Menentukan Kwalitas Pemimpin Negara
Pemilu adalah ajang memilih pemimpin negara yakni presiden dan wakil presiden, serta anggota legislatif (DPR RI, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi) dan Dewan Perwakilan Daerah atau DPD. Berbicara mengenai negara artinya berbicara secara global dari Sabang sampai merauke. Pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang mampu memimpin berbagai etnis, suku, agama, budaya yang berbeda-beda. Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi, 514 kabupaten, 5 macam agama dan ratusan budaya yg bervariasi.
Melihat dari gambaran diatas, maka tidak mungkin memilih pemimpin yang tidak mampu merangkul aspek-aspek tersebut. Mengapa pemimpin itu harus dipilih oleh masyarakat secara langsung? Karena itu merupakan suatu bentuk demokrasi negara kita, dimana kedaulatan tertinggi memang berada di tangan rakyat. Maka di anggaplah pilihan rakyat yang presentasenya paling tinggi maka itulah yang terpilih sebagai pemimpin negara. Untuk calon presiden saja, harus memenuhi syarat 50%+1, jika tidak memenuhi syarat tersebut maka akan diadakan pemilihan putaran kedua. Begitu pula persyaratan anggota legislatif dan DPD ada syarat persentasi keterpilihan dari total jumlah penduduk di daerah pemilihan.
Berbicara mengenai pemilih atau warga negara Indonesia yang memiliki hak memilih pemimpin yang mereka inginkan, sebenarnya menjadi problem tersendiri, karena ada beberapa jenis pemilih yang sebenarnya tidak dapat dijadikan basic untuk mengkategorikan calon yang terpilih maka itulah yang pantas, tepat atau ideal memimpin negara ini.
Terus terang saja harus kita akui, jika berbicara tentang pemimpin yang ideal, maka diharapkan itu lahir dari pemilih rasional dimana mereka memilih calon karena memang dianggap mampu memberi perubahan kepada negara menjadi lebih baik. Mereka memilih atas dasar visi dan misi calon serta aktif mencari tahu sepak terjang dan background calon tersebut. Masalah yang ada saat ini, pemilih kategori pemilih rasional hanya sekitar 20%. Pemilih yang terbanyak saat ini adalah pemilih identitas dan pemilih pragmatis. Tentunya kedua jenis pemilih ini tidak dapat dijadikan tolak ukur bahwa pemimpin tersebut sudah ideal atau tepat memimpin negara ini.
Mengapa demikian? Karena kedua jenis pemilih tersebut lebih dominan memilih karena faktor kesamaan suku, kesamaan agama, dan kesamaan lainnya dengan dirinya, juga kadang dipengaruhi oleh kondisi psikologis. Mereka melihat pada figur calon ada kemiripan dengan figur orangtuanya mungkin, atau latar belakang calon tersebut hampir sama dengan kondisi keluarganya, ketampanan, kegagahan fisik dan faktor psikologis lainnya.
Kondisi ini juga terkadang dimanfaatkan oleh calon melalui pencitraan figur yang bukan kepribadian mereka yang sesungguhnya, hanya sekadar menarik simpati pemilih. Walau sebenarnya tidak dapat juga dihilangkan faktor-faktor dasar memilih tersebut akan tetapi setidaknya diimbangi dengan rasionalitas, ada data pendukung yang menguatkan keterpilihan calon tersebut.
Selain pemilih identitas, jenis pemilih lainnya yang kurang dapat dijadikan acuan yaitu pemilih pragmatis, dimana karakter pemilih ini didasarkan karena adanya pemberian uang atau barang dan bantuan lainnya dari calon untuk memikat hati pemilih. Ada transaksi antara pemilih dan calon. Ini dapat juga dikategorikan jalan pintas atau shortcut keterpilihan. Di karakter pemilih ini, para calon memanfaatkan kondisi ekonomi dari basis pemilih.
Melihat dari tiga jenis pemilih diatas, maka diharapkan negara ini dipimpin oleh figur yang memang lahir dari pilihan warga negara kategori pemilih rasional. Sehingga baik yang dipilih maupun yang memilih memdapatkan hak dan kewajiban yang seimbang dan proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kedepannya. Tidak ada lagi penagihan janji-janji kepada calon terpilih dan pemilih juga dapat fokus bertugas tanpa terbebani adanya pengembalian modal.
KPU sebagai penyelenggara pemilu, tidak henti-hentinya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat secara umum agar dapat menjadi pemilih rasional, salah satunya dengan aktif mensosialisasikan visi dan misi para calon. Tentunya kita berharap PEMILU 2024 nanti melahirkan persentasi pemilih rasional yang lebih dominan.
Penulis, 11 Juni 2024
Mulyanah Mulkin
(Divisi Sosdiklih KPU Kabupaten Luwu Timur)